Tuesday 20 July 2010

kau elang, sedang aku hanya seekor merpati

“heey bau, sedang apa kau disana?” dari jauh aku mendengar suara yang tidak asing, yaa begitulah si jantan itu memanggilku. Aku sangat benci dia memanggilku begitu, sungguh aku tidak bau. Tapi dia terus memanggilku dengan sebutan itu. sial tapi sayangnya aku tidak bisa marah. Aku sungguh sangat mencintainya. “kenapa kau terus memanggilku bau? Sadarlah kau juga bau. Coba lihat itu sayapmu sangat kotor. Kau jarang mandi ha?” godaku dengan terus menggoyang goyangkan ekorku dan mengibaskan di wajahnya. “justru aku sengaja tidak mandi untukmu, kau mau aku terlihat tampan dan membuat betina betina lain tergoda padaku? Apa kau rela?” “ya tentu saja tidak dasar jorok, tapi tidak harus dengan caramu yang jarang mandi, jangan dekati aku sebelum kau mandi.” Aku langsung meninggalkannya. Terbang ke selatan dan menjauhinya. Taruhan denganku, lima detik setelah aku pergi dia pasti langsung mandi.

@@@@@

“tuk” yeeeaahh akhirnya batu yang kelima itu berhasil mengenai paruhnya. “hey kau elang” matanya mencari cari asal suaraku. “iya kau yang disana” aku memutuskan untuk menampakkan tubuhku dihadapannya. Terlihat ia begitu malas bertemu denganku. “ehh kau, aku kira siapa yang berani menimpukku dengan batu itu” sapa nya dengan sangat dingin. “kemana saja kau selama ini?” aku protes karena hampir dua bulan tidak mendengarnya memanggilku bau. “aku terbang, kau pasti sudah tau itu. kenapa bertanya lagi?” “kenapa tidak pernah mengunjungiku? Tidak pentingkah bagimu untuk mengetahui kabarku?” tanpa menjawabku burung angkuh itu melesat pergi meninggalkan aku. “HEEEEYYY AKU SANGAT MEMBENCIMU! KAU DENGARRRRR? SANGAT MEMBENCIMU!!”


Dasar bodoh, kapan kau mau menganggapku ada? Aku sangat mencintaimu elang. Tapi sayangnya, aku mencintaimu dengan sangat sejati, bahkan aku tidak peduli bagaimana kau memperlakukan aku. Yang aku ingat kau sering mengatakan hal itu, yaa memang, cinta itu tidak harus memiliki. Tapi apa kau tau, jauh didalam aku sungguh ingin memilikimu, dengan utuh.



@@@@@

“Aaaaaaaaaaaaaaa aaarrwwgggzsdpefbdjbkklflfr, aaa sakit sekaliiiiii” aku tidak sengaja menabrak sebuah pohon, sepertinya sayapku patah. Ahhh betapa bodohnya aku. Apa yang harus aku lakukan sekarang, aku tidak mampu untuk terbang lagi. Sayapku sangat sakit. Dan sepertinya langit akan menangis. Yaa tuhan aku berharap malaikat datang sekarang. Setidaknya untuk menemaniku saja. Aku takut sendirian :’(

....

“Haiii, haloo” tiba tiba seekor merpati jantan menghampiriku. Yaatuhan terimakasih kau mengirimkan seekor teman untukku.
“sedang apa seekor betina sendiri di tengah hutan seperti ini?” tanyanya heran
“aku terjatuh tadi, dan sayapku patah. Aku tidak bisa pergi dari sini. Bagaimana denganmu? Sedang apa kau disini? Bukankah hari sedang hujan?”
“aku sedang berteduh di bawah pohon besar disana. Dan aku melihatmu. Boleh aku menemanimu?”

“terimakasih :)”

“boleh aku lihat lukamu?”

Aku sedikit membuka sayapku yang patah dan memperlihatkan nya kepada merpati jantan itu. dia membuatku lebih baik. Dan sepertinya perlahan sakitku mulai hilang. seandainya burung bisa tersenyum, aku ingin tersenyum pada malaikatku ini.

@@@@@

“sepertinya hujan sudah berhenti, pulanglah ke sarangmu”

“syukurlah, terimakasih sudah menemaniku”

“sama sama, boleh aku tau namamu?”

“namaku seya, selamat tinggal” dan aku pergi. Kulihat dia sedikit melambaikan tangannya.

@@@@@

Sudah cukup jauh hari ini aku terbang. elang sudah benar benar menghilang. Sejauh ini aku tidak pernah melihatnya lagi. Yaa aku menyerah mungkin ini yang kau inginkan. Aku tau, aku sangat tau kau mencintaiku. Tapi mencintaiku dengan caramu yang tidak aku mengerti. Aku lelah menunggu hal yang tidak akan pasti. Selamat tinggal.

@@@@@

Pagi yang cerah, “seyaaaaaaa” saat aku sedang asik jalan jalan melawan angin, tiba tiba ada yang memanggil namaku. “heey kau, kita bertemu lagi. Siapa namamu? Maaf waktu itu aku tidak sempat menanyakannya.” “kau bisa panggil aku ode” “oh baiklah :)” akhirnya kami terbang bersama. Ode mengajakku ketempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Sebuah batu ditengah danau.

“kenapa kau mengajakku ketempat seperti ini?”

“coba kau lihat tempat ini seya”

“lalu?”

“tempat ini seperti kau”

“kenapa?”

“membuat aku tenang”

Setiap hari kami seperti ini, bermain, dan terbang bersama. Dan tahukaah aku mulai mencintainya. Dia menganggap aku spesial dari burung burung lainnya. Bahkan bersedia menjadi pengganti sayapku yang patah.

@@@@@

“seya” dadaku tersentak mendengar suara itu.

“elang”

“siapa dia?” Tanya elang tanpa melihat mataku

“dia kekasihku”

“kenapa?”

“aku lelah menunggumu”

“baiklah, aku mudur.”

“hey bodoh kenapa kau baru muncul? Kemana saja selama ini?”

“aku ada. Kau saja yang tidak melihat”

“bodoh”

“kau tau aku ini mencintaimu,”

“lalu?”

“....”

“itu saja tidak cukup, bersikaplah dengan baik kepadaku. Tidak seperti ini”

“....”

“....”

“ada lagi yang ingin kau katakan? Kalau tidak aku akan pergi. Bahagialah denngan merpati jantan itu”

“aku mencintaimu elang, masih sangat mencintaimu”

“jangan mencintai dua hati skealigus, aku pergi. Aku sedang ingin sendiri” elang pun mengibaskan sayapnya menjauhiku.

“tunggu elang” aku mengejarnya. Meskipun sayapku tak sekokoh miliknya.

“untuk apa kau menghampiriku?”

“hanya seginikah?”

“ya” dan dengan cepat dia pergi. Tentu saja aku tidak akan mampu mengejarnya. akhirnya aku turun ke darat dan merelakannya pergi.

....

“aku tidak bisa” tiba tiba elang datang dari belakang.

“kenapa kau datang lagi. tidak bisa apa?”

“jauh darimu”

“:)”

Kami diam. Berharap tidak ada siapa siapa lagi setelah ini. Selama ini perbedaanlah yang membuat aku dan dia tidak bisa bersatu. Elaaaanggg aku sungguh tidak rela kau bersama siapa pun. Aku lihat air matanya sedikit menetes. Aku tahu dia memikirkan hal yang sama.
“sudah jangan menangis, bisa apa kita? KAU ELANG, SEDANG AKU HANYA SEEKOR MERPATI”

Wednesday 14 July 2010

pelangi ♥

Ada sesuatu yang sakit, ini tentang cinta. Ya lagi lagi cinta. Kemayaan yang kerap membuat air mata tidak jatuh, namun selalu membasahi mataku. setiap aku membaca sebuah prosa. Sebuah konotasi yang sesungguhnya aku yakini nyata.
Dan rasa yang sering menusuk tenggorokannku, seperti sebuah racun yang sangat manis ketika menghampiri lidah. Rasa yang menipuku untuk nekat merasakan itu lebih dalam hingga akhirnya itu membuat dadaku terasa sesak dan ingin merasakan sesuatu yang lebih dari sakitnya kematian. Meskipun aku sangat sadar bahwa kesakitan itu yang telah memberiku bahagia.
Lebih dari itu aku sungguh sudah mematikan rasa yang dulu telah mengindahkan hidup ku. Menghapus semua yang hitam dan menulis apa yang aku anggap putih, membisukan bibirku, memaksa lidahku tetap tenang di dalamnya. Dan aku biarkan tinta itu tetap berwarna putih. Karena aku ingin menyembunyikannya diatas kertas ku.
dan mencoba jutaan warna lainnya untuk menulis tentang kita, AKMAL DWI NUZULIN ♥

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...