Friday 25 November 2016

Patah Hati

Di antara samudera yang menyatu satu dengan lainnya, air mata tenggelam dalam kisah pedih yang tak kunjung usai. Darimana lagi aku dengar, ketika namamulah yang menjadi favorit getar yang sampai ke telinga.
Debar tidak menampik ciuman kening di dalam hening. Namun demi langit di atas langit, takdir yang lebih dari mutlak memberi batas antara cintaku dan namamu.
Pada akhirnya aku muak pada cinta yang terlalu besar, sebab hati berkorban lebih dari ketika jatuh dan patah.

Sunday 20 November 2016

Malam ini bulan muncul dari pinggir telaga, menggariskan kilauan cahaya di atas air tawar. Bau air dan wewangian tanah menguasai inderaku. Meski pelan pelan isak bersahutan tanpa air mata, hati sesak bukan main pura pura bahagia.

Thursday 10 November 2016

Aku sungguh butuh pengalih atas kamu.
Atas cinta yang penuh luka.
untuk bertahan meski hanya satu menit.

Aku butuh matahari, aku butuh sinarnya.
untuk hidup yang sekarang tidak secerah kamu.
meski sesungguhnya aku jatuh hati pada hujan.

Aku butuh suara yang berisik.
Karena berlapang dada itu sepi,
dan rasanya pedih.

Aku butuh kamu utuh.
meski berpisah bukan kata yang pas,
tapi tidak memiliki itu nyata.

Aku butuh sendiri, dan bersiap.
sebab hitungan mundur untuk hari itu sudah dimulai.
hari ketika bukan aku lagi yang kamu cari setiap pagi.

Sunday 6 November 2016

Pada dasarnya, aku tetaplah aku. yang telah mencintai kamu lebih dari seribu hari. ditindas paksa oleh ego yang menampak ke permukaan. Disana terpaut jauh diantaranya adalah kita. tidakkah cinta bersemi setiap hari?
Tidak.
hanya saja terbiasa ada kamu. bahkan semua orang terbiasa ada kita.
Kenyataan pedih bukan lagi menyayat, terlebih mengiris. Ketika Tuhan tidak menggariskan takdirnya untuk kita, air mata jatuh tidak bisa ditahan seperti menstruasi.
Rasanya rindu belum selesai, tapi waktu marah dan menenggelamkan kisah. Lalu mau dibuang kemana kenangan yang berjuta juta?

Saturday 5 November 2016

Nelangsa

Aku mencari jawaban hingga ke sudut sudut langit. Tapi kemampuanku terbatas pada noda ungu pekat yang menyebar di pecahan galaksi. Seperti bintang yang bergelindingan saat aku berputar, kamu berbayang di antara mereka. Tersenyum tipis dengan wajah nelangsa, mengingat kebahagiaan yang sesungguhnya tidak pernah sederhana. 
Sama seperti waktu yang sudah ditetapkan untuk bulan kehilangan cahaya, aku melihat bayangan kamu semakin pudar. Detik jam berlarian ke arah yang sama, menempatkan dirinya seperti tanda bahwa itulah arahnya. Bahwa tidak ada jalan lain untuk bahagia kita, kecuali memberi rasa itu pada mereka.

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...