Sunday 29 April 2018

Hai kamu, sebuah kesepakatan antara Tuhan dan aku.
Terimakasih sudah mencari tulang rusukmu yang hilang ini.
Aku akan cerita sedikit jika kamu kebingungan memaknai aku yang terlihat nanar tidak karuan.
Aku punya dua masa lalu.
Yang satu baik, dan yang satunya amat tidak.
Keduanya saling berkaitan dan bekerjasama membentuk hidupku yang seperti ini.
Dan jika kamu orangnya,
Yang rela menerima masa laluku, baik atau tidak,
Aku akan melakukannya.
Berjuang lagi.
Menghidupkan hatiku yang dibuat mati.
Aku akan memaklumi cemburumu karena akupun pasti begitu, terlebih jika ternyata masa lalumu bahkan lebih indah dari punyaku.

Kepada kamu, yang degup jatungnya berteriakan bersama milikku ketika kita saling bertatap.
Tuhan selalu punya cara untuk membuat kita yakin. Seperti ucapan yang salah tingkah, atau senyum yang malu malu. dan jika seperti ini memang jalannya mempertemukanmu denganku,
Aku pasrah.

Kepadamu, aku bermaksud mengajakmu ke suatu ruang yang amat luas. Yang isinya kosong tidak ada apa apa. Di situ kamu boleh menyimpan setiap rasa yang kamu anggap menyakitkan, dan merelakan semua rasa yang kamu kira dulu adalah yang paling indah.
Pun aku akan melakukan hal yang sama.
Aku akan menguncinya.
Tentu suatu saat kamu boleh membukanya, dan kita berdua akan melihat lembaran lembaran rasa itu sambil tersenyum. Tentu saja untuk menyadari, bahwa Tuhan selalu memberi kita kesempatan untuk belajar. Untuk mengetahui seperti apa kehilangan dan ditinggalkan.
Dengan begitu kita akan betul betul menghargai sebuah kesempatan. Untuk bahagia.

Dan kita berdua perlahan menjadi orang asing yang tidak bijak. Membuang kemungkinan mentah-mentah tanpa berusaha.
Dan kini aku akan mematikan rasa, karena dulu aku sering belajar manajemen hati.
Cinta bukan cinta jika hanya satu yang berjuang. Meskipun pelukmu masih sangat aku ingat, tapi bukankah kelak kita menjadi benar benar asing? Bukan setengah-setengah.

Friday 20 April 2018

Ada satu kisah.
Kisah yang indah.
Tentang renjana yang aku titip kepada cakrawala, dan kemukus yang jatuh di ujung bianglala. Aku titipkan kisah yang amat sempurna, dengan segala ketidaksempurnaan cinta.

Ada satu waktu,
Yang kini berjalan sangat pelan.
Hati bukan main gamang, menimbang dan mengira kisah yang usai mungkin tidak sepenuhnya selesai.
Tapi kekuatanku runtuh pada jejak langkah ketika kamu memutuskan untuk pergi. Dan batas takdir kita yang terlihat pada garis tipis antara senja dan samudera.
Aku titipkan renjana pada selaksa malam yang kelam, dan tentunya sebagian pada cakrawala yang berkilau keunguan. Tentang kisah indah yang harus aku buat tenggelam.
Aku relakan rindu yang begitu membara. dan seberkas cinta yang membekas.

Aku titipkan renjana pada semesta, dan tentunya kepada sang maha membentuk kasih. 
Pada suatu lembaran waktu, aku akan jemput kembali setelah raga dan hati baik baik saja.

Bukankah setidaknya aku punya satu jatah untuk sekali saja bahagia?

Saturday 14 April 2018

Aku pasrah. 
Tentang jodoh yang gak kemana,  kenyataannya kamu pergi. 
Akhirnya aku menyerah saja pada alam,  apa maunya.
Dan perasaanku itu urusanku,  hanya saja aku punya cinta amat besar yang patut untuk dikenang.  Jadi biarkan aku membebanimu dengan cinta ini.
Seumur hidup.

Kepada hati dan diri,
Percayalah kita adalah bentuk paling kuat dari semua jenis kesakitan.  Jadi jangan berlagak lemah,  karena kesakitan adalah kepastian paling mutlak. 

Thursday 12 April 2018

Ketika cinta terasa sebegini hebatnya,  dan rindu datang dengan membabi buta,
Hati hancur bukan main karena teringat kamu bukan lagi milikku. 

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...