Monday 13 July 2020

Atau hanya bias rindu yang lupa diri

Dilalahnya kau muncul dalam mimpi lalu raih telapakku yang tidak bertuan. Kita berjalan cepat di antara bangku ruang tunggu stasiun kereta api antar kota. Hanya itu bagian yang kuingat jelas karena sesudahnya kau buat pagiku penuh sesak kesulitan meraih udara. Lalu seketika aku malah bernapas dengan cepat hingga kepalaku pening. Entah bagaimana denyut tak lagi berdenyut. Dalam nadi mengalir rindu yang ditahan alam semesta. Padahal aku sesungguhnya merindukanmu dengan segenap jiwa, seluruh raga, dalam sadar dan di bawahnya.  Aku merajuk pada takdir karena membawamu pergi tanpa aba-aba. Lalu dikembalikannya kau dalam bentuk yang samar-samar menarikku di tengah kerumunan. Jika ada yang lebih menyiksa lagi bagaimana bila kita tonton drama kolosal hingga menangis. Aku ingin coba mengecap air mata dari luka orang lain, perkara mungkin akan sama perih, setidaknya bukan dari luka yang itu-itu saja.

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...