Hitunganku berhenti pada angka yang kini sudah terlupakan. Entah
seribu atau dua ribu kali rasa ini kembali muncul.
Hanya di dalam gelap yang aku temui saat terpejam, aku
berani menangis. Meskipun akhirnya menetes lagi sejuta kisah yang kamu ukir,
yang membawa aku jatuh ke ratapan yang tak kunjung usai. Tinggalah kaki yang
lelah untuk terus melangkah.
Maka biarkan aku sejenak disini, membuang apa yang sudah meluap. Mengosongkannya. Mengisi
lagi dengan sedikit kekuatan untuk berbulan-bulan kedepan.
Karena kamulah satu-satunya yang tahu, hanya dengan pena aku
berani melukis. Tentang sebuah bentuk nyata dari logika, yang aku kalahkan
dengan rasa cinta yang begitu abstrak.
No comments:
Post a Comment