Mungkin bedanya tanah yang kupijak tanpa bunyi langkahmu, menyalak kepada kakiku yang takut-takut menapak. Tiga jam atau 20 hari terus berlari tanpa akal sehat yang rupanya sakit. Kita semua tahu kesakitan hanya makna kias yang menemukan kata-katanya sendiri, yang tidak benar-benar 20 hari.
Aku hanya bebal. Hingga pura-pura terbenam di balik laut si kekasih yang arogan itu. Nyatanya di manapun pusat yang memungutku, aku boleh jadi berotasi lebih dari tiga kali sehari, mengacak-acak lembaran almanak. Gelagat di atas bentala yang sumbang, tapi aku barangkali tetap beredar lebih dari tiga kali sehari.