Monday 13 July 2020

Atau hanya bias rindu yang lupa diri

Dilalahnya kau muncul dalam mimpi lalu raih telapakku yang tidak bertuan. Kita berjalan cepat di antara bangku ruang tunggu stasiun kereta api antar kota. Hanya itu bagian yang kuingat jelas karena sesudahnya kau buat pagiku penuh sesak kesulitan meraih udara. Lalu seketika aku malah bernapas dengan cepat hingga kepalaku pening. Entah bagaimana denyut tak lagi berdenyut. Dalam nadi mengalir rindu yang ditahan alam semesta. Padahal aku sesungguhnya merindukanmu dengan segenap jiwa, seluruh raga, dalam sadar dan di bawahnya.  Aku merajuk pada takdir karena membawamu pergi tanpa aba-aba. Lalu dikembalikannya kau dalam bentuk yang samar-samar menarikku di tengah kerumunan. Jika ada yang lebih menyiksa lagi bagaimana bila kita tonton drama kolosal hingga menangis. Aku ingin coba mengecap air mata dari luka orang lain, perkara mungkin akan sama perih, setidaknya bukan dari luka yang itu-itu saja.

Sunday 5 July 2020

RITUAL BULAN PENUH

Seusai perjamuan luka dan purnama 
Di teras lembab yang dingin, 
Aku mengingat kita dalam bentuk lain. 
Akhirnya kita sempatkan cerita tentang kehidupan. 
Kau ingin kita bicara banyak di bawah bulan penuh. 
Semacam ritual patah hati yang lenyap sebentar.
Tidak berubah bahagia, namun
Hambar lebih baik dari sakit yang bukan main. 
Aku lebih butuh pelukan ketimbang jalan-jalan. 
Kita menetap hingga pagi buta berubah terang. 
Mungkin seperti ini kita sampai akhir. 
Sampai patah hati terjaga dari malam keruh. 
Kau tatap tanah liat, aku pandang langit terang. 
Dengan putus asa yang entah kapan selesai. 
Bisa-bisanya luka kita yang amis darah,
Dilahap penghuni langit bak sesajen wangi. 
Malam rebah di atas tanah. 
Ritual bulan penuh belum lengkap tanpa nyalar.
Kau melambai dari bawah. 
Menyapa luka yang jadi santapan malam. 



Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...