Friday 25 March 2016

Garis Tipis Cakrawala

Langkahku tercekat asa yang pupus di depan mata. Jauh di batas cakrawala kini matahari menepi. Meski pelan pelan, nyata bahwa malam semakin mendekat.
Aku cari kamu diantara senja dan malam. Di batas cahaya ungu yang gemerlap redup, tapi pesimis sejak tadi menggeluti isi kepalaku. Betapa ironi ini menyadarkan aku sesuatu, bahwa meski aku tahu kamu dimana, kaki ini telah berhenti berlari.
Cakrawala yang tipis sebagai saksinya, karena bukan aku yang lelah mengejar, tapi kamu yang terus saja pergi.
karena bukan aku yang lelah menunggu, tapi kamu yang sudah memilih.
Salahkah aku bila aku yang terima kenyataan?
Malam yang gulita memaksa aku berpikir. Taukah kamu yang aku cari hanyalah hati. Lalu mengapa kamu biarkan Ia berikan aku belati?
Harapanku kini Ia buat tinggal kepingan. Menangis bukan pilihan pria, meski itu hal yang wajar. Tapi menahan luka dalam elegi cinta yang berat sebelah sungguh sangat menguras kekuatanku. Bukan karena aku kalah, namun kamu yang pergi bersama temanku sendiri.

inspired by Mr. I

Tuesday 1 March 2016

Sahabat Pena

Dear Shane,
jika kamu tau bagaimana proses cinta itu terjadi dan berakhir, kamu pasti mengerti jika aku mengatakan 2 hal itu berbeda. Seperti halnya menumpahkan sebotol tinta dan membersihkannya.
cinta terjadi sedetik seperti tinta yang tumpah. dan di antara kami tumbuh cinta yang pekat.
Tapi shane, suatu hari, di saat jenuh adalah bagian dari proses,
cinta berakhir pelan pelan. bagai membersihkan tinta yang terlanjur menyerap. berhenti tercekat oleh waktu. dan pertanyaan yang terus menerus mengusik telinga, "akankah cinta terkikis habis?" padahal tinta itu sudah membekas di mana - mana.

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...