Saturday 26 June 2010

surat biru kecil

Banyak yang mengerti tentang cinta, tapi tidak untuk reza. Bahkan dia sangat tidak ingin merasakan lagi apa itu cinta. Reza selalu menampar wajahnya sendiri setiap ia membaca surat itu. surat biru kecil yang sejak dua tahun lalu menghantui ingatannya tentang cinta. Tentang masa lalunya, dan kehilangan. Penyesalan itu menyeruak menggerogoti hatinya, fikirannya, menjadikan ia menutup rapat dan tidak memperbolehkan siapapun menggantikan fika, wanita yang sangat ia cintai.

Lagi lagi reza menampar wajahnya. Entah untuk keberapa kalinya ia memarahi kebodohannya akan kejadian sore itu. dua tahun yang lalu, sama seperti sore ini, saat itu hujan deras. Reza keluar dan berlari dari sebuah ruko kecil yang menyempil di padatnya ibu kota oleh gedung gedung yang menjulang tinggi.

@@@@@

“ting nung”

Fika langsung berlari kecil mendengar bunyi bel apartementnya. Dia memang sejak tadi sudah menunggu reza, yang berjanji membawakan bubur ayam kesukaannya.

“zaa ko basah kuyup gini”

“iya fi aku keujanan”

“yaudah cepet masuk ganti baju dulu sana”

“iya, hmm dingin”
Reza langsung menuju kamar fika dan mencari baju yang bisa ia pakai. Untung saja fika sedikit memiliki jiwa laki laki dalam hal memilih pakaian. Jadi reza tidak perlu memakai dress atau baju mini milik fika.
Sembari reza mengganti bajunya yang basah karena kehujanan itu, fika pergi menuju dapur dan membuatkan minuman hangat untuk reza.
“sayang lagi bikin apa?” tiba-tiba reza datang

“udah ganti bajunya? Cepet banget za? Aku lagi bikin capucino, tunggu di depan sana” sambil mengaduk cangkir yang ada ditangannya.

Reza sibuk memperhatiakan seisi dapur tanpa memperdulikan apa yang dikatakan fika.

“fi, obat apaan nih? Namanya aneh” reza meraih sebuah obat yang tergeletak didepannya.

“ohh, emm itu Cuma vitamin kok. Mama yang ngirimin”

“beneran Cuma vitamin?”

“iya”

“yaudah aku tunggu didepan yaa, muahhh :p”

Dengan nakan reza mengecup pipi fika yang merona karena cuaca saat itu yang sangat dingin

@@@@@

“za nih minum dulu”

Fika menghampiri Reza yang sedang menikmati hujan di teras apartment fika. Hujannya semakin deras. Sampai sesekali biasan hujannya mengenai mereka berdua.

Tempat itu adalah tempat favorit mereka, sering kali reza menyanyikan lagu untuk fika, karena kebetulan suara reza lumayan bagus. Tidak, bahkan sangat bagus.

Setelah habis, reza meletakkan gelasnya dimeka dan kembali menuju fika yang tetap memandangi hujan. Fika sangat suka saat hujan turun, karena mamanya dulu sering mengatakan bahwa ada bidadari yang ikut turun bersama setiap tetes hujan. Dan semakin deras rintikan hujan itu, semakin banyak bidadari yang turun dan menemaninya, jadi fika tidak perlu takut jika ia sendiri dalam hujan.

“hm..fi..” fika sedikit kaget karena reza tiba tiba memeluknya dari belakang

“yaa zaa” sembari menyandarkan bahunya di pundak reza

Ada sesuatu yang reza keluarkan sesuatu dari sakunya, dan menunjukannya dihadapan fika

“fi..”

“waaahh bagus banget za” tanpa malu malu fika langsung meraihnya

“buat kamu sayang” reza tersenyum, manis sekali.

“makasih ya za” senyuman itu dikecup fika, hanya sepersekian detik, dan tersenyum juga :)

Setelah reza memasangkannya dileher fika, dia kembali mengeratkan pelukannya. Sampai tidak terasa hujan sore itu sudah menghilang. Fika membalikan tubuhnya. Dan memeluk reza lagi, lebih erat bahkan hampir terasa sesak. Hujan tiba tiba turun kembali bahkan lebih deras dari sebelumnya. Fika terus saja memeluk reza, dia seolah tak mau reza direbut oleh siapapun. Meskipun ia tau reza itu hanya miliknya.

“mala mini kamu disini aja yaa?!!” pinta fika dengan suara manjanya.

“hm..” reza sedikit bingung, sebenarnya mala mini dia sudah berjanji mau menamatkan level games bersama adiknya.

“za..?”

“iya” tapi akhirnya dia memutuskan untuk menemani fika sampai fika tertidur. Tanpa member tahu fika.
“makasih yaa” fika tersenyum manis

@@@@@

“reza” fika menghampiri reza yang sedang menonton tv

“udah mandinya?”

“udah dong” fika duduk disamping reza sambil bersandar disofanya. Tiba tiba reza meletakan kepalanya dipangkuan fika.

“za bener kan kamu male mini nemenin aku?”

“iya sayang” sambil memainkan rambut reza dengan lembut.

“tapi fi sebenrnya aku ada janji sama rio mau begadang malem ini buat tamatin level gamesnya dia”

“yaahh kamu, ayolah malem ini aja ya? Besok besok aku janji deh ga minta lagi” fika memasang muka memelas

“aku temenin samape kamu tidur aja ya?”

Fika hanya terdiam, dia sangat berharap kekasihnya itu bisa menemaninya malam ini.

“fi jangan marah dong, iya iya aku temenin kamu, tapi jangan cemberut gitu ah”

“bener yaaa?”

“iya” fika tersenyum manis

Mereka benar benar menghabisakan malam ini berdua. Bermain seperti anak kecil meskipun umur mereka hampir menginjak kepala dua. Sampai akhirnya reza tertidur dipangkuan fika.

@@@@@

“za.. reza bangun, pindah aja yuk. Disini dingin”

Fika membangunkan reza yang berada dipangkuannya, dengan belaian lembut tangan fika dirambut tunangannya itu. orang tua mereka memang sudah sejak lama mengikat hubungan fika dan reza. Dan rencananya setahun setelah reza bekerja meneruskan usaha orang tuanya, mereka akan menikah.

Tapi reza sulit sekali untuk dibangunkan “zaa, bangun dulu sayang, pindah ke kamar”

“hm iya iya” reza menjawab tanpa memmbuka matanya. Tapi untungnya dia sudah hafal jalan menuju kamar fika, dan langsung membanting tubuhnya ketempat tidur. Jangan heran, meskipun mereka sering tidur satu kamar, tapi reza tidak pernah mengapa apakan fika. Dan fika juga percaya reza tidak akan melakukan apa apa. Hanya saja pergaulan mereka yang terlalu bebas yang membuat mereka sangat cuek dengan apa yang mereka lakukan.

Sementara itu, fika pergi ke dapur untuk meminum obat rutin yang selalu dia minum sebelum tidur.

@@@@@

Nampaknya hari ini fika sangat kelelahan, bahkan berjalanpun sepertinya ia harus mengeluarkan banyak tenaga agar bisa sampai ke kamar. Sesampainya dikamar fika langsung menyandarkan tubuhnya dipenyanggah tempat tidurnya. Memandangi wajah reza yang tertidur pulas, sangat hening, tidak lama kemudian lamunan fika buyar saat tiba tiba reza memeluk pinggangnya dalam keadaan masih tertidur.

Fika tersenyum, dia mengambil secarik kertas dan sebuah pulpen kesayangannya. Menulis sebuah surat dan memasukan kertas itu ke dalam amplop polos berwarna biru muda. Dan meletakkannya diatas tangan reza yang sedang memeluk tubuh mungilnya.

Malam yang indah untuk fika, ada kebahagiaan yang terlihat dari tatapannya saat memandangi reza. Yang sedikit basah dan berkaca, seolah melukiskan ketidak inginannya kehilangan reza. Pria kedua yang sangat ia cintai selain ayahnya. Dia membetulkan posisi bantalnya agar dapat terlelap dengan nyaman disamping reza. Menarik selimut dan menutupi tubuh reza. Tubuhnya yang mungil tampah terlihat kecil jika ditutupi selimut. Ditambah lagi wajahnya yang sangat pucat malam ini. Dia benar benar terlihat lelah.

Fika terus memandangi wajah reza, dan membelai rambut reza dengan sangat lembut, sampai akhirnya matanya tertutup rapat.

@@@@@

“tengnongnengnongneng (suara handphone reza)”
Reza terbangun mendengar suara handphonenya.

“haloooo” dengan suara ngantuk dan sangat tidak rela membuka matanya

“ka katanya mau nemenin maen, ko belom pulang?!”

“besok pagi aja yaa mainnya, gue ngantuk”

“ga mau, cepetan pulang, lo kan udah janji ka, bilangin mama nih >,<”

“ah iya iya bawel”

Reza langsung mematikan hand phone nya. Mau tidak mau reza harus meninggalkan fika mala mini.

“fika maafin aku ya sayang, aku pergi dulu. Besok aku kesini lagi ko. Aku mau bangunin kamu tapi gak tega, tidur yang nyenyak yaa” sebuah kecupan di kening fika, muah.. reza meliahat surat yang tadi ditulis fika sebelum tidur, bertuliskan nama reza diamplopnya. Reza langsung memasukan surat itu kesakunya. Dan bergegas pergi.

@@@@@

“teng teng teng”

Jam dirumah reza bunyi 3 kali. Berarti tandanya udah jam 3 pagi. “dek nagntuk gue”

“yaudah tidur aja lu sono, tapi jangan kemana mana temenin gue aja disini”

Reza langsung naik ketempat tidur adiknya, bersiap untuk melanjutkan mimpinya tadi. Tapi tiba tiba dia teringat surat yang bertuliskan nama reza tadi. Dia langsung merogoh saku celananya, mengambil surat mungil itu. dan langsung membacanya…

“sayaaanggg..
Kamu ngantuk banget yaa? Hehe daritadi aku bangunin kamu ga bangun bangun, jadi kau iseng deh bikin surat kayak gini.
Za sebenernya banyak banget yang mau aku certain ke kamu, makanya male mini aku minta kamuu buat nemenin aku.
Maaf ya soal vitamin yang kamu tanyain tadi, aku bohong. Itu bukan vitamin. Itu obat dari dokter. Aku menderita kanker darah za.. udah 3 tahun belakangan ini. Maaf ya aku baru cerita. Aku takut za. Aku takut kamu menjauh karna malu punya cewe penyakitan kaya aku. Aku takut kehilangan orang orang yang aku sayang zaa, aku takut mati.
Tapi sekarang aku udah gak takut lagi, karna aku tau kamu akan selalu ada disamping aku, maafin aku ya sanyang. Aku ga kuat, ini terlalu sakit buat aku tahan. Oiya za, kamu tau gak apa yang ngebuat aku gak takut lagi sama kematian?
Karena dinafas aku yang terakhirpun aku masih ada dipelukan kamu, pelukan yang selalu ngebuat aku nyaman.
Makasih ya za untuk kenangan indah yang udah kamu kasih ke aku. Aku akan selalu sayang kamu”


@@@@@


Seluruh tubuh reza lemas seperti kehilangan tulang. Dia tidak sanggup untuk berkata apapun lagi. Dia hanya berharap ini haya kelanjutan mimpi tadi.

Tapi kenyataannya dia masih mersakan dingin, bahkan lebih dingin dari air hujan yang sore tadi mebasahi tubuhnya.

Reza berlari dan langsung menghidupkan motornya. Berusaha secepat mungkin sampai di apartement fika dan langsung membuka pintu dengan kunci cadangan yang dimilikinya.

Dia menghampiri fika yang terbaring dikamarnya. Pucat, dingin.

Reza seolah mimpi, dalam sekejap ia kehilangan seseorang yang begitu berharga.

“fikaaa..sayang bangun yuk” dia membelai rambut fika dengan lembut

“fik jawab dong sayang, bangun yuk, kita main monopoli lagi, tadi kan kamu kalah”
Reza seperti orang gila terus mencoba membangunkan fika, tanpa sadar dia mulai meneteskan air matanya

“fikaaaaaaaaaaa!!! Jangan tinggalin aku!!” dia memeluk fika sangat erat, tidak peduli itu hanya sebuah tubuh tanpa ruh yang bisa mersakan cinta. Sangat dingin.

Dan hingga kini, dingin itu masih menyelimuti hidup reza. Tanpa fikaaaa

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...