Saturday 30 July 2016

Musim Hujan - 3

Cukup lama Dira dan Rai saling melepas rindu dalam rengkuhan yang dingin. Sisa hujan membawa angin yang masuk di sela-sela kaus dan celana, menyentuh kulit mereka yang basah dan menggigil.
Seribu bayang tiba-tiba muncul dalam pejaman mata Dira yang penuh pengahayatan. Dira sontak melepaskan Rai tiba-tiba, ia setengah terkejut karena tersadar bahwa ini semua salah. Rai yang begitu peka terhadap keadaan mereka, membelai lembut wajah Dira dan mengecup keningnya. "Engga apa-apa ra, aku ga bakal lewatin batas yang udah kamu pasang buat aku," Dira tersenyum lirih. Nanar mata dira mencari kejujuran dalam diri Rai, senyum yang lebih pedih justru membingkai wajah teduh di hadapannya.
"Rai," Dira menyebut nama Rai penuh iba, iba pada dirinya, dan diri Rai. Iba yang menusuk setiap mili hati mereka, seolah ada kata yang harus diucap, namun seribu bayang tadi menghentikan seluruh aktivitas tubuh, Dira kaku. Ucapan berhenti pada kata yang belum ia katakan, hanya sepotong nama yang berhasil keluar.
"hmm," jawab Rai hanya berdehem, tapi matanya fokus menunggu ucapan Dira selanjutnya.
Bola mata Dira berkeliling, mencari akhir dari apa yang ia mulai. Panggilan menggantung yang butuh jawaban terasa berat karena akhirnya Dira memilih menyimpannya lagi. Sejuta tanya yang ia bungkus rapi, setumpuk amarah yang mengeras dan akhirnya luruh sendiri, kebingungan yang menyamarkan rasa cinta menjadi benci kemudian cinta kemudian benci dan terus begitu selama tahunan Rai pergi. Semua itu tunduk pada rindu yang bangkit setelah Rai kembali.
"Ayo pulang Rai, dingin." Dira menatap Rai kembali, senyuman Rai menjadi jawaban bahwa ia setuju. Keduanya berjalan di atas tanah yang basah.
#bersambung

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...