Sunday 14 August 2016

Musim Hujan - 4

Langkah kaki keduanya terasa amat berat. Masing - masing sibuk dengan pikiran yang berkecamuk. Masing - masing diam dengan tangan saling menggenggam. Ini semua tentang jantung yang berdegup lagi setelah Rai kembali. Namun takdir seolah tak mau peduli pada perasaan mereka yang menggetir.
Tidak Dira, tidak juga Rai. Tidak ada yang berharap bisa kembali pada waktu yang telah lalu. Harga mati pada takdir dan mereka menelannya dengan pasrah, meninggalkan cerita mereka di pekarangan villa.
Petang berganti malam. Motor Rai konstan pada laju yang pelan, menjaga suhu tubuh mereka yang basah agar tidak terlalu dingin terkena angin.
"Ra, mampir dulu cari makan yuk?" Ajak Rai setengah berteriak agar suaranya menembus helm full-face yang ia kenakan. Dilema memuncak, hati terlalu gundah untuk menjawab iya, rasanya masih tidak benar. Tapi Rai menyerangnya dengan kenangan yang bertubi-tubi. Lalu wangi tubuh yang serasa ikut masuk bersama angin ke dalam rongga dadanya, ikut masuk ke dalam pikirannya, menggali lagi kenangan lebih banyak. Mulut terlalu kebas untuk makan, tapi tubuh rasanya butuh energi untuk menangis kali ini.
"boleh," satu kata yang enggan namun akhirnya keluar juga.
Rai melipir. Terlihat Satu Ruko dengan lampu menyala redup. Toko Baju. Dira baru tersadar baju tipisnya masih basah bekas air hujan tadi sore.
"Kita cari baju ganti dulu ya baru makan," pinta Rai sembari memarkir motor di depan ruko kecil yang sudah hampir tutup. Seorang bapak tua penjaga toko sedang sibuk menggotong manekin masuk ke dalam, terlihat ada dua manekin lagi yang tersisa di luar.
Rai turun dari motor, menyusul Dira yang beberapa detik lalu turun dan langsung menghampiri bapak penjaga toko. "Ra, cari yang murah aja yak heee" Bisik Rai disusul senyumnya yang menyeringai mencoba mencairkan es besar di antara mereka. Dira hanya tersenyum, cukup lama. Ia menyadari usaha Rai meskipun tetap canggung, akhirnya Dira mengangkat tangannya dan membentuk simbol O dengan jari jempol dan telunjuknya, menyisakan tiga jari tanpa simpul.
"Cari apa neng?" tanya bapak penjaga toko ramah.
"Ada sweater pak? sama celana juga" jawab Dira dengan pertanyaan juga. matanya berkeliling. semuanya baju cowok. "sweater ada neng, tapi kalo celana ada ukuran akangnya aja," ucapan si bapak langsung mengena, ia bisa melihat pakaian Dira dan Rai yang setengah basah.
Tiba tiba ponsel Dira bergetar lama. Ada telepon. Degup jantungnya kontan menjadi cepat. Dira melirik Rai sudah sibuk berkeliling di toko yang tidak seberapa besar. Di tangan Rai sudah ada dua sweater biru tua yang ia ambil sembarang. Dira melihat ponsel yang masih bergetar di tangannya, nama ’Bunda’ muncul di layar.
#bersambung

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...