Thursday 12 March 2020

Entah dalam pelukkan yang mana luka perih akan melebur membaik bersama kenangan-kenangan yang tidak sengaja diciptakan. Tepat di sisi, aku duduk lemah juga dengan segala kesakitan yang tiada tara. Terjun bebas dalam harapan kecil yang terasa pahit. Perlahan masuk menyelimuti kehidupan fana yang selalu saja menoleh ke belakang. 

Akhirnya hujan turun, mewakiliku katanya.
Perkara luka penuh isakkan yang tidak pernah benar-benar sembuh. Rasanya berat. Lebih pahit lagi karena semuanya terbendung dan ini napas terakhirku. Ini tenaga terakhir.

Seolah paham, lampu yang padam merengkuh kita yang sejak tadi bertahan, batas terlalu samar. Pada titik dimana kamu dan aku tenggelam dalam peluk haru. Peluk yang meledek, gemuruh gaduh. Pelukan menggeliat. Pelukan penawar yang paling baik untuk duka nestapa kamu dan aku. Pelukan yang mencemaskan.  

Petir meledak aku sudah tidak takut.  Kehilangan sudah jadi hal paling menyeramkan, rasa yang menjalar karena akhirnya aku takut kehilangan lagi.

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...