Tuesday 17 March 2020

Dimakan belukar.

Ini tentang aku yang benar-benar marah padamu, semesta. Tentang aku yang habis-habisan dicurangi alam. Sudah kubilang malam itu, saat seorang datang dari tempatnya yang jauh. Akulah bentengku yang paling tinggi dan tebal. Lalu runtuh dalam satu malam romantis yang brengsek. Jahat ya? 

Tahu saja lemahku pada apa. Tahu luluhku padanya. 

Katanya patah hati tidak pernah sederhana. Tapi yang bilang mau datang menggenggam sampai lukaku sembuh, justru mengukir luka baru pada luka yang masih menganga. Lalu marah ketika melihat kondisiku yang paling buruk. Diam dan pergi pelan pelan. 

Harusnya konsep cinta lebih rumit dari, rasa tak hingga ingin memiliki seutuhnya, dan marah jika angannya tinggal noda noda darah dari hati yang dimakan belukar.

Tinggal aku dengan benteng yang telah runtuh. Berharap masih ada yang bisa merekah di hati mati yang mulai membusuk. Sibuk menyaksikan belahan jiwaku yang dulu, bahagia dengan baik. 

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...