Sunday 26 September 2010

Karena Aku Suka September

“apa yang kamu fikirkan tentang hujan?”

“tidur”

“hah, sederhana sekali pendapatmu tentang hujan”

“lalu apa? Air? Kesedihan? Atau langit yang sedang menangis? Ah itu kuno. Jangan ikuti gaya para penyair saat mereka sedang membuat puisi. Buatlah apa yang kamu fikirkan menjadi apa yang akan kamu utarakan. Saat hujan aku selalu ingin tidur. Jadi itulah makna hujan untukku”

“memangnya siapa yang bilang aku memaknai sebuah hujan sebagai tangisan dan kesedihan. Jangan sok tahu. Bagaimana kamu bisa mengetahui sebuah pendapat jika belum belum kamu sudah mengatakan apa yang sesungguhnya hanya ada dipikiranmu”

“lalu apa?”

“hujan itu bermain payung”

“hah? Hahah itu lebih konyol dari tidur. Apa maksud kamu tentang bermain payung? Umurmu sudah 16 tahun fira jangan seperti anak kecil yang sukanya bermain payung dan hujan hujanan diluar. Aku akan berpura pura tidak mengenalmu meski kamu jatuh, rambutmu rontok, payungmu terbang, kakimu hilang, bajumu lepas sekalipun”

“ihhhh kamu jahat banget. Aku hanya suka bermain payung. Tidak selebay apa yang barusan kamu katakan. Lagipula siapa juga yang mau orang lain tahu aku mengenal kamu. Aku tidak sudi punya teman seperti kamu. Jelek!”

“loh memangnya sejak kapan kita berteman? Kamu hanya tetangga yang umurnya lebih muda setahun dariku. Itu saja. Selebihnya kita tidak punya hubungan apa apa kan?”

“oh yaudah kalau begitu kenapa kamu masih dikamarku sekarang? Cepat pergi kalau tidak aku potong jari jarimu pakai gergaji! Cepaaaaattt!”

“hahaaaa akhirnyaaa, sebenarnya sudah sejak tadi aku ingin pergi dari sini wek :p”

“oteeeeengggggg jangan pernah minta makan lagi kesini!!!!!!!!!!”

*****

“oteeeenngggg cepet kita udah terlambat nanti ga boleh masuk sama pak satpam”

“iyaa bawel siapa suruh tadi gak bangunin, biasanya tiap pagi rame banget membangunkan aku lewat telfon”

“aku kan lagi marah jadi untuk apa bangunin kamu”

“dihhh yaudah gausah bareng naik motor sama aku, naik ojek sana”

“ih kok gitu, kamu mau aku bilang sama mama kamu kenapa rena hamil?”

“heh! Berisik banget yaudah cepetan turun. Eh iya satu lagi rena hamil bukan gara gara aku woyyy!”

“ihh masih aja mungkir diakan pacar kamu yeee”

“GA PEDULIIII! Cepetan turun aku tunggu dibawah. Lama lama kaca jendela kamar aku bisa pecah kalo tiap hari denger kamu teriak teriak”

“woo emang jendela kamu aja yang pecah, jendela aku udah 3x ganti kaca gara gara kamu tau”

*****

“sedang apa sendirian disini?, menangis lagi? Pasti gara gara tio lagi kan?”

“aku putus”

“wah berita bagus hahaha akhirnya mata batin kamu terbuka juga. Aku udah capek bilangin kamu.”

“dia selingkuh tenggg, tio jahat”

“tuh kan aku bilang juga apa. Makanya jadi perempuan jangan terlalu bodoh sampai mudah sekali tertipu. Gunakan otakmu, jangan hanya mau menjunjung tinggi perasaan yang sebenarnya hanya emosi. Pakai logika! Bodoh!”

“SUDAAAAAHH! Aku sedang sedih jangan memarahiku lagi. Cepat kamu pergi saja! Aku gak mau lihat muka kamu”

“maaf”

“engga”

“firaaaa”

“apa?!”

“ayo kita main payung diluar, hujannya deras pasti seru”

“engga”

“ra, maaf”

“jangan peluk aku”

“aku gak akan lepas kalau kamu masih marah”

“aku sedang sedih kenapa kamu tambah membuatku sedih :(“

“iyaa maaf yaa aku janji akan mencukur semua rambut yang ada di tubuh pria brengsek itu, sampai dia terlihat botak seperti ayam yang baru dipotong”

“hehehe jangan berkata seperti itu, aku jadi langsung membayangkannya”

“haha lalu aku gantung di tiang bendera sampai dia matang dipanggang matahari”

“haha iya kemudian malamnya kita kasih ke kolor ijo yang sedang lapar biar dia memakan tio sampai habis”

“iyaaa :)”

“tapiiiiii”

“apa?”

“inikan September, dan selalu hujan. Mana mungkin ada matahari”

“yaudah kita awetkan aja dulu”

“haha iyadeh tapi dirumah kamu yaa aku ga mau mengotori rumahku”

“ih enak aja, kasih aja dia ketukang daging”

“haahahaa iyaaa, oteeeng ketek kamu bau jangan peluk lagi cepat lepas”

“iyaaa bawel, udah gak sedih lagi kan?”

“iyaa engga ko”

“yaudah aku pulang yaaa, daaah”

“daaah”

*****

“TAARAAAAAAAA”

“apaan nih? Siapa yang ulang tahun?”

“memangnya kalo bikin kue harus ada yang ulang tahun”

“ya engga sih, tumben aja ra. Buat siapa?”

“ya buat akulah”

“terus kenapa dibawa kesini?”

“bantuin aku yaaa”

“bantu apa?”

“bantu menghabiskannya”

“waahh ini baru bagus, sini!”

“hehe iyaa iya ini, kamu lagi ngapain ko kayaknya lagi berfikir keras, kan jarang jarang kamu mikir”

“woo enak banget kalo ngomong, aku lagi inget inget siapa aja nama cewek aku disekolah”

“haha makanya punya cewek jangan kebanyakan, ko tumben? Undah insaf teng? Ah gak yakin deh aku mana mungkin orang kaya kamu bisa inshaf, gak mungkiiiin gak mungkinnnnn”

“ih apasih jangan sok tau deh, bukan aku yang mau macarin mereka, tapi mereka yang rebutan jadi pacar aku. Kamukan tau sendiri aku paling ga bisa tegas nolak cewek, jadiiii yaaa terima aja semuanya”

“terus buat apa diinget inget? Bukannya kamu udah ga peduli sama mereka?”

“iya justru itu, elsa bilang kalo aku mau jadi pacarnya aku harus mutusin semua pacar aku ra”

“hah jadi gara gara si elsa, emang seberapa cantik sih si elsa sampai segitunya kamu ngerelain cewek cewek kamu yang bnayak itu”

“cuuuuaaanntiikk banget fir, levelnya dewa banget deh”

“oh”

“looohh mau kemana?”

“pulang”

“kuenya?”

“abisin aja sendiri”

“kan ujaannnn”

“aku bawa payung”

“oyaudah dadaaaahh muaaah cintaku hati hati yaaa haha”

*****

“firaaaaaaa”

“yes aku diterima sama elsa hahahaaaaaaa”

“oh selamat ya”

“mau aku traktir apa nih?”

“ga usah”

“ayooo jangan malu malu”

“gak mau aku gak laper, pulang sana aku ngantuk.”

“yah mentang mentang ujan pengennya tidur mulu”

“bukannya kamu juga gitu?”

“iyasih hehe”

“yaudah sana pulang”

“iya iya muah”

“HEEEEHH jangan cium cium jidat nanti aku bisa jenong gara gara kamu”

“hahaaa bodo”

“huh”

*****

“haloo”

“heh bangun”

“iyaaaa -_____- tumben kamu yang bangunin”

“iyadong”

“paasti ada alesannya”

“iyalaah”

“apa? Nanti sarapan dirumah aku ya teng. Aku bikinin nasi goreng yang enak”

“heem kayaknya gabisa ra, aku mau bareng elsa pagi ini. Kamu sama papa kamu aja ya berangkatnya?”

“tut tut tut tut”

“yah kok dimatiin, bodo ah”

*****

“teng ayoo pulang aku laper”

“ra kamu pulang sendiri dulu yaa? Aku mau pergi sama elsa maaf yaa tayangkuuu”

“ah yaudah seterah!”

“terserah raaaa”

“iya itu!”

*****

“ngapain kamu kesini?”

“mau minta makan, dirumah gak ada makanan. Ujan bikin laper deh -,-”

“yaudah sana makan”

“galak banget sih”

“bodo”

“kamu marah ra?”

“engga”

“terus kenapa gak jadi galak?”

“bukannya biasanya juga galak? Kan sama kayak kamu”

“tapi beda”

“…”

“…”

“…”

“raaaaaaa”

“sayang banget sama kamu sampai gak rela kamu punya orang lain”

“hah haha karna itu haha kamu cemburu yaaaaaaaaa ”

“engga”

“hahahahahahhahahah”

“kenapa ketawa?”

“pengen aja”

“oohh”

“sini”

“ngapain?”

“mau dipeluk gak nih?”

“gak”

“udaah sini ah”

“hemmm”

“elsa itu cuma pacar ra, sebentar lagi juga putus. Aku juga sayang banget sama kamu sampe gak rela ada orang yang nyakitin kamu. Aku gak mau minta kamu jadi pacar aku karna aku gak pernah mau putus sama kamu sayang. ”

“teenggg :(“

“ini tanggal berapa yaa?”

“30 kenapa emangnya?”

“September sebentar lagi berakhir loh ra”

“iyaaa”

“kenapa sedih gitu mukanya?”

“aku gak mau September berakhir”

“kenapa?”

“karna aku suka September”

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...