Friday 27 March 2020

Mati Berkali-kali

Mengenai hatiku, Tuhan paling tahu yang paling aku bisa adalah mencintai, meskipun tidak lagi bisa kutemukan sejengkal jarak yang dibunuh tatapan hangat dan kita melebur. 

Kamu tahu, Sayang?  setelah hari-hari kemudiannya membungkam kita yang biasanya berisik, aku padam karena meneriakkan nama yang paling kubenci sekarang. 

Pandanganku berkabut, tapi aku benar-benar ingin menulisnya, cinta yang mungkin sudah tidak lebih lebar dari jejak langkah-langkah kita kemarin. Betapapun, aku terlalu gentar meski pelita-pelita kecil menyala banyak. Aku bernapas pendek-pendek karena terlalu sesak. 

Aku pernah bilang ya?  langit terlihat bening setelah hujan seharian penuh, sebenarnya sedikit bohong. Setelah sepanjang tahun dan seumur hidup penuh kesakitan, matahari selalu saja menyentuh garis tipis cakrawala. Aku berdiri di tengah-tengahnya. Menutup hatiku yang berdarah dengan sebelah tangan, masih saja berdenyut sakit.

Satu hal yang disembunyikan senyum lebar dari ujung ke ujung yang gemetar adalah aku yang terlalu angkuh, untuk mengaku bahwa kejatuhan kali ini telah meniupkan mantra keburukan untuk sisa hidup dengan sisa napas. 

Aku si empunya menari-nari mulai tidak waras. Hidup tidak pernah ramah, sayang.  Aku ditempa. setelah itu ditempa lagi. ditempa. lalu ditempa lagi. 

Dan ketahuilah kamu menjadi salah satunya, yang menjudulkan kecewa dengan kata-kata cinta yang manis. Itu tidak mengapa, karena sekarang yang merisaukan adalah bagaimana caranya aku hidup lagi setelah mati berkali-kali?

No comments:

Aku pun, ikut menghitung hari.  Menggeratak cara lain lagi bagaimana rela menjadi sekejap yang aku bisa. Seakan-akan di tepas kesakitan menu...