tatkala hanya bisa bercumbu dengan
ilalang-ilalang tanah lapang,
di sudut kota itu.
aku mengais
mengumpulkan asa yang berselirak.
hati ini tetap bergemuruh,
bersimpuh. gelisah.
bernalam dalam jiwa yang lebur
dan hidup yang kusut.
sejauh pandang
ilalang-ilalang lunglai,
dan sekumpulan mawar kuning liar
yang sudah mati.
bilamasa aku susut
kehilangan satu tangkai
jadi mati sebelangga.
alam semesta merengkuh,
di bawah langit yang kemayu,
malu malu menyapa
anak hawa yang berduka.
aku jelas, meregang jiwa.
namun engkau,
barangkali bajingan tanpa nuraga.
harmoni sajak cinta,
gelimang cita.
nikmatilah bahagiamu yang sehasta,
sisanya telah aku sumpahi jadi cendala.
No comments:
Post a Comment